Rabu, 25 April 2012

Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas Dan Tantangan Komplesitas Global


RESENSI BUKU

Penulis             : HM Amin Haidari DKK
Penerbit           : IRD PRESS
Kota                : Jakarta
Tahun              : 2006
Tebal               : 281 Halaman


Pembahasan
Penulis pada bab awal menjelaskan tentang minimnya data tentang Pesantren, baik berupa manuskrip atau peninggalan sejarah lain yang menjelaskan tentang awal sejarah Pesantren, menjadikan keterangan-keterangan yang berkenaan dengannya bersifat prejudice dan sangat beragam. Kemudian Pesantren pada era pra kemerdekaan dijelaskan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik merupakan orang pertama yang membangun Pesantren sebagai tempat mendidik dan menggembleng para santri. Tujuannya, agar para santri menjadi juru dakwah yang mahir sebelum mereka diterjunkan langsung di Masyarakat luas. Pesantren adalah artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikankeagamaan bercorak tradisional, unik dan indignoeus.

Pesantren juga mempunyai kesinambungan dengan lembaga keagamaan pra-Islam disebabkan adanya beberapa kesamaan antara keduanya. Melihat dari pola umum pendidikan Islam tradisional, maka tergambar yang dituju adalah Pesantren. Pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang mewarisi tradisi intelektual Islam. Pesantren juga merupakan bagian dari struktur internal pendidikan Islam di Indonesia yang diselenggarakan secara tradisional yang telah menjadikan Islam sebagai cara hidup.
Pesantren berkiprah membangun bangsa. Setelah mengalami masa-masa sulit akibat bangsa penjajah, Pesantren selanjutnya memasuki era pascakemerdekaan dan kiprah Pesantren di zaman pembangunan. Terdapat bukti-bukti sejarah bahwa tidak sedikit putra terbaik bangsa ditempa di Pesantren. Mereka tidak hanya terlibat dalam perjuangan fisik melawan bangsa penjajah, tetapi turut juga ambil bagian dalam mendirikan bangsa, aktif dalam mempertahankan dan mengisi era kemerdekaan bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya.
Amin haidari mengatakan bahwa ketika menengok sistem pedidikan Islam. maka Pesantren merupakan bagian daru struktur internal pendidikan Islam di Indonesia yang diselenggarakan secara tradisional yang telah menjadikan Indonesia sebagai cara hidup. Sebagai bagian struktur internal Pesantren mempunyai kekhasan, terutama dalam fungsinya sebagai institusi pendidikan, disamping sebagai lembaga dakwah, bimbingan kemasyarakatan dan bahkan perjuangan. Yang didalamnya dikenal beberapa metodologi pengajaran, diantaranya halaqah, bahstul masa’il,  hafalan (tahfidz), syawir atau musyawarah, muhawarah atau muhadatsah, fathul kutub dan muqoronah.
Juga didalam Pesantren terdapat elemen-elemen penting didalamnya. Hal ini bisa dikatakan Pesantren jika terdapat elemen-elemen ini. Diantaranya dengan adanya kyai, santri, pondok, masjid dan kitab kuning. Elemen-elemen inilah yang mencirikan khas sebagai Pesantren.
Kyai, merupakan pengasuh pondok Pesantren. Selain itu, kiprah seorang kyai meruakan sangat esensial bagi suatu Pesantren. Rata-rata di jawa sosok karismatik kyai sangat berpengaruh terhadap Pesantrennya. Maka santri akan sedikit jika sang kyai juga kurang karismatiknya dan sebaliknya.
Walau dalam perkembangannya, gelar kyai tidak lagi menjadi monopoli bagi para pemimpin atau pengasuh pondok Pesantren. Gelar kyai dewasa ini juga dianugerahkan sebagai bentuk penghormatan kepada seorang Ulama’ yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan. Walaupun yang bersangkutan tidak memiliki Pesantren.
Pondok, merupakana ciri khas tradisi Pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan lainnya yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam Negara-negara lain. Masjid, masjid ini menjadi prioritas utama dalam mengembangkan keilmuan di Pesantren. Masjid dianggap sebagai simnol yang tak terpisahkan dari Pesantren. Masjid tidak digunakan sebagai ritual ibadah saja. Namun juga sebagai tempat-tempat pengajaran kitab-kitab klasik dan aktifitas Pesantren lainnya.
Santri juga merupakan tolak ukur utama dalam Pesantren. Dikarenakan bisa dikatakan Pesantren karena adanya interaksi antara kyai dan santri dalam suatu tempat, suatu tempat tersebut yang dinamakan pondok. Amin mengatakan seorang Ulama’ bisa disebut sebagai kyai kalau memiliki Pesantren dan santri yang tinggal dalam Pesantren tersebut untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam melalui kitab kuning.
Kitab kuning, hal ini tidak bisa terlepaskan dari Pesantren. Berdasarkan catatan sejarah, Pesantren telah mengajarkan kitab-kitab klasik, khususnya karangan-karangan Madzab Syafi’iah.
Selanjutnya juga metode pembelajaran di Pesantren. Metode pembelajaran di Pesantren merupakan hal yang setiap kali mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan metode yang lebih efektif dan efisien untuk mengajarkan masing-masing cabang ilmu pengetahuan. Meskipun demikian, dalam rentang waktu yang panjang Pesantren mempergunakan metode pengajaran yang telah lazim atau dengan sorogan dan bandongan (wekton).
Pada bab selanjutnya amin haidari menjelaskan tentang Pesantren dan tantangan modernitas. Melihat perkembangan dunia yang begitu cepat ini bagi banyak kalangan telah memunculkan respond an spekulasi yang beragam. Tidak terkecuali umat Islam. perubahan-perubahan yang terus muncul belakangan ini didalamnya menyentuh hamper seluruh aspek keidupan manusia, seperti aspek ekonomi hingga aspek nilai-nilai dan moral. Modernitas yang dipengaruhi abad industri, Pesantren ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya benturan-benturan peradaban atau implikasi negative dari perkembangan dunia.
Dalam mengomentari tradisi dan modernitas, dunia Islam memiliki respon yang beragam. Terlebih dalam berbagai tipologinya para pemikir Islam memiliki kekayaan pendekatan maupun metodologi yang digunakan. Dalam hal ini sedikitnya ada tiga tipologi para pemikir Islam kontemporer dalam merespon tradisi dan modernitas klasifikasi.
Pesantren menempatkan ilmun bukan sebagai idiologi tertutup. Ilmu-ilmu Pesantren dengan meminjam kategorisasinya bersifat terbuka dalam memperlakukan fakta berangkat dari fakta social. Dua kategorisasi inilah yang membedakan dengan karakteristik idiologi.
Pada bab ketiga, amin haidari menggambarkan Pesantren yang berpijak kepada tradisi. Sebagai lembaga pendidikan berbasis agama, Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. dengan menyediakan kurikulum berbasis agama, Pesantren diharapkan mampu melahirkan alumni yang kelak diharapkan menjadi figur agamawan yang demikian tangguh dan mampu memainkan dan membisakan peran propetiknya pada masyarakat secara umum. Artinya akselerasi mobilitas vertical dengan penjejalan materi-materi keagamaan menjadi prioritas dalam pendidikan Pesantren.
Pesantren juga memperkuat basis intelektualnya seiring dengan perubahan zaman. Diantaranya perubahan citra Pesantren yang kumuh dan uncivilized tidak ditopang dengan perubahan citra kualitas santri dididik di Pesantren. Juga upaya perubahan kemampuan dan skill kualitas santri menjadi prioritas, diantaranya dengan pemantapan kemampuan bahasa, tidak saja bahasa arab yang menjadi prasyarat mutlak, melainkan juga bahasa Indonesia, dan tentu saja bahasa inggris. Bahasa Indonesia menjadi penting karena dengan bahasa Indonesia para santri bisa mengkomunikasikan gagasannya di tingkat local, regional, dan nasional. Sedangkan bahasa inggris penting digeluti agar para santri bisa mengkomunikasikan gagasannya melintasi batas-batas budayanya. Disamping menimba ilmu dari wilayah yang memiliki karakter budaya yang berbeda. Dengan modal bahasa inilah Pesantren masa depan bisa kian melebarkan kerjasamanya. Tidak saja pada tingkat regional, nasional akan tetapi juga pada tingkat internasional.
Selain itu, juga dengan diskusi dan bahstul masa’il. Tradisi ini merupakan tradisi intelektual Pesantren yang usianya setua pendidikan itu sendiri. Bahkan bisa dikatakan bahwa aktifitas diskusi atau juga udar masalah merupakan bagian integral dalam pengembangan intelektual di lingkungan Pesantren sejak awal. Intilah bahtsul masa’il hamper tidak ditemukan, walaupun pola semacam ini bisaa dilakukan dalam Pesantren. Sejumlah istilah yang kerap disebutkan dalam literature Pesantren adalah “curah pendapat” (al-mudzakarah wa al-munadzarah).
 Kontekstualisasi kitab kuning, kitab kuning adalah identitas inheren dengan Pesantren. Bahkan kehadiran Pesantren malah hendak mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab kuning tersebut. Dalam tradisi Pesantren, kitab kuning dianggap sebagai kitab standar  dan referensi baku dalam disiplin keilmua Islam, baik dalam bidang syari’ah, akidah, tasawuf, sejarah dan akhlak.
Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan yang berbeda pula. Pesantren tidak ketinggalan dalam hal ini. Pengembangan pengajaran adalah satu bukti bahwa Pesantren mampu mengembangkan diri. Pesantren dengan identik tempat pembelajaran klasik dan tradisional. Sedikit demi sedikit banyak Pesantren yang mampu menghadirkan akademisi di dalamnya dengan membuka perguruan tinggi. Kitab kuning yang sedemikian melimpah dan diintroduksi oleh Pesantren ternyata belum  bisa melahirkan produsen-produsen ilmu yang belum mampu meramu kekayaannya menjadi karya-karya produktif lainnya.
Dalam perjalanannya, seiring dengan diperkenalkannya sistem klasikal, Pesantren mulai menerapkan sistem pendidikan berjenjang dengan sistem evaluasi berjenjang pula. Pesantrenpun mendirikan madrasah-madrasah yang tidak lagi memfokuskan pada pengetahuan agama, tetapi juga pengetahuan umum.
Kehadiran sistem klasikal meraibkan tradisi kembara yang begitu signifikan dalam pemantapan keilmuan para santri. Dalam tradisi kembara atau lama, para santri mendalami sebuah disiplin ilmu keilmuan langsung kepada kyai disebuah Pesantren yang dikenal ahli dibidangnya. Namun dengan hadirnya sistem madrasah, para santri dituntut untuk all out belajar di Pesantren tertentu ingga jenjang itu usai dilalui.
Beragam metode pengajaran ini akan efektif apabila dipraktikkan secara integrad dengan mengesampingkan sisi-sisi kekurangannya. Artinya, model sorogan, wetonan, hafalan dan diskusi hendaknya dipadukan dalam sistem pengajaran kitab kuning di Pesantren. Dengan maksud, adakalanya materi-materi harus dengan metode ini, ada juga dengan metode lain atau dengan memadukan agar mencapai hasil yang maksimal.
Selama ini Pesantren sering kali diidentikkan dengan tempat pembelajaran klasik dan tradisional. Anggapan ini banyak didasarkanpada pola pengajaran, model pengelolaan dan peralatan yang digunakan yang masih sangat sederhana. Pesantren tidak mengenal birokratik sebagaimana institusi lain yang menerapkan berbagai macam aturan birokrasi. Pada perkembangan selanjutnya, sebagai institusi pendidikan Pesantren mendapatkan saingan dari institusi pendidikan lain seperti sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah (modern). Tanpa disadari, telah memaksa Pesantren melakukan perombakan model pengajaran sebagaimana dilaksanakan selama ini. Pesantren kemudian juga mengembangkan model pengajaran klasikal yang kerap disebut diniyyah awwaliyah.
Fenomena penting dalam sejarah perjalanan Pesantren adalah proses terbukanya Pesantren untuk terlibat dengan kelompok lain. Dalam perjalanan sejarahnya Pesantren dituntut untuk terus berbenah dan membuka diri dalam mengawali perubahan. Bahkan hingga akhirnya Pesantren mampu mendirikan lembaga-lembaga formal sampai perguruan tinggi.
Selain itu, keterbukaan Pesantren untuk menerima kebijaksanaan pemerintah melalui Departemen Agama. Merupakan kemajuan dan sekaligus merupakan wujud keterbukaan Pesantren akan desakan realitas di luarnya. Melalui Departemen Agama, upaya sinegitas keilmuan agama maupun umum di lembaga-lembaga pendidikan termasuk Pesantren dilakukan. Di lembaga umum pendidikan agama dilakukan, maka di lembaga-lembaga agama semisal Pesantren pendidikan umumpun juga dilakukan.
Pada bab empat, ahmad haidari menjelaskan tentang Pesantren dan pemberdayaan masyarakat. Bahwa Pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang mandiri. Lembaga yang mampu berperan penting dalam peningkatan pendidikan di Indonesia. Bahkan Pesantren terus berbenah diri dengan segala kebutuhan mengikuti tantangan modernitas.
Dari latar belakang historis dan nilai-nilai yang berkembang di Pesantren sebagaimana tela disebutkan diatas kemudian memunculkan watak kemandirian Pesantren baik dalam fungsi utamanya sebagai lembaga pendidikan Islam, maupun dalam fungsi sosialnya sebagai sebuah subkultur. Globalisasi meniscayakan terjadinya perubahan disegala aspek keidupan, termasuk perubahan orientasi, persepsi dan tingkat selektifitas masyarakat Indonesia teradap pendidikan.
Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional yang telah berurat akar di negeri ini. Pesantren telah diakui memiliki pengaruh tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Kyai dalam hal ini tidak hanya berfungsi sebagai pengasuh Pesantren, tetapi juga ia adalah tokoh masyarakat yang disegani, sehingga Pesantren juga berfungsi sebagai culture broker.
Selain sebagai agen pemberdayaan masyarakat bermoral dan beretika, Pesantren juga diharapkan mampu meningkatkan peran perkembangannya sebagai kawah candradimuka generasi muda Islam dalam menimba ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal dalam menghadapi era globalisasi. Pesantren memiliki akar sosio-historis yang cukup kuat sehingga membuatnya mampu menduduki posisi yang relative sentral dalam dunia keilmuan masyarakatnya dan sekaligus bertahan ditengah  berbagai gelombang perubahan.
Pada pembahasan terakhir amin haidari menjelaskan membumikan Islam melalui Pesantren. Pergumulan Islam dengan nilai-nilai di luar dirinya telah muncul sejak kelahirannya. Terlebih lagi ketika Islam disebarluaskan oleh nabi Muhammad SAW beserta sahabat-sahabatnya ke wilayah sekitar Jazirah Arab. Pada perkembangannya Islam terus bersentuhan dengan budaya dan adat masyarakat local. Berbagai ragam kepercayaan masyarakat di wilayah Nusantara. Semua ini merupakan tantangan tersendiri bagi Islam. sebagai ajaran keagamaan dan  nilai-nilai kehidupan. Islam dituntut untuk bersikap dalam menghadapi beragam nilai budaya dan kepercayaan masyarakat local yang telah mengakar dan diyakini selama berabad-abad.
Wajah Islam Indonesia, pribumisasi Islam teradopsi dari semangat dakwah Islam di Nusantara yang dikembangkan oleh Walisongo sekitar abad ke-15 dan ke-16, khususnya pulau jawa. Salah satu factor penyebab Islam mudah diterima di Indonesia adalah tidak adanya nala arabisasi yang melekat dalam penyebaran Islam di Nusantara. Yang ada adalah nalar sufistik Walisongo yang sangat toleran terhadap tradisi local dan bahkan berusaha memasukkan nilai-nilainya dalam Islam yang khas keindonesiaan, bukan kearan-araban.
Islam merupakan agama yang kaffah, selain sebagai jalan hidup Islam juga berperan prularisme. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat heterogen, baik dari segi budaya maupun agama. Sekalipun Islam merupakan agama mayoritas yang dianut umatnya, namun ia mengenal perbedaan identitas pemahaman dan pelaksanaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Kenyataan bahwa perkembangan sejarah dan kebudayaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sentuhan dan pengaruh agama-agama yang ada dan berkembang di Indonesia.
Peran selanjutnya adalah demokrasi. Kebutuhan akan tumbuhnya demokrasi di Indonesia sudah tidak dapat dihindari lagi. Walaupun kalau melihat factor historis bahasa demokrasi yang dari luar Islam akan sering diperdebatkan, tapi secara pragmatis konsep ini ternyata tetap relevan untuk diperjuangkan.
HAM. Umat beragama, khususnya agama Islam, seringkali mendapat tudingan tidak menghormati hak asasi manusia. Hal ini juga tidak dapat dibantah, karena pada sebagian muslim memang tak sedikit memiliki pemahaman yang bisa akan HAM. Bagi sebagian muslim beranggapan bahwa konsep HAM yang ada ditengarai tidak sesuai dengan Islam. selain itu factor kecurigaan karena bukan berasal dari literature Islam tentu sangat berperan sekali.
Kesetaraan jender. Masalah posisi wanita ini juga diperdebatkan secara mendasar. Harus diakui sampai saat ini tidak ada kesepakatan Ulama’ tentang hak dan kewajiban wanita. Banyak pendapat yang mendukung kesetaraan jender ini, bahkan banyak pula yang tidak menyepakatinya.
Analisis kritis buku masa depan Pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global
Buku masa depan Pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global yang ditulis HM Amin Haidari Dkk merupakan salah satu buku penting dalam sumbangannya member warna dalam dunia Pesantren. Pertama penulis menggamnbarkan keadaan Pesantren dari zaman ke zaman sampai zaman penuh tantangan hingga Pesantren merubah diri agar tetap menjadi acuan dalam masyarakat.
Dalam sejarahnya, Pesantren telah mengarungi banyak tantangan, mulai dari penjajah hingga gerusan perubahan zaman sekarang ini. Banyak hambatan yang di alami Pesantren. Baik dari intern Pesantren itu sendiri sampai kepada masyarakat yang berbeda dalam budaya, adat dan lain sebagainya.
Amin haidari juga menjelaskan Eksistensi Pesantren terus berlanjut dari masa ke masa. Pada era penjajahan, banyak kyai yang memimpin perjuangan nasional. Di era kemerdekaan, Pesantren melahirkan tokoh-tokoh terdepan pejuang kemerdekaan. Di era mutakhir, Pesantren tidak pernah absen dalam kehidupan bangsa dan bernegara.
Dalam kondisi demikian, Pesantren tetap mampu memecahkan beberapa tantangan zaman, yang mengarah pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mempertahankan khazanah luhur Pesantren, khususnya berupa tradisi keilmuan dan budaya yang dikembangkan Pesantren.
Kemudian untuk memicu perkembangan Pesantren. Pesantren tetap tidak melepaskan elemen-elemen penting didalamnya. Pesantren tetap menjunjung kyai, santri, pondok, kitab kuning, masjid metode pengajarannya. Jadi, logo Pesantren tetap ada dengan penambahan-penambahan segala sesuatu yang kiranya dibutuhkan pada zaman sekarang dengan adanya pendidikan formal. Bahkan tidak sedikit Pesantren yang sudah berbenah diri dengan menyiapkan perkuliahan didalamnya.
Namun, walau begitu eksis. Pesantren tetap setiap saat diterpa hambatan. Di era sekarang Pesantren dihadapkan budaya-budaya yang bersifat berbeda. Diantaranya adanya HAM, pluralism, kesetaraan jender dan demokrasi. Hal ini yang sampai saat ini belum mampu menjawabnya dikarenakan selalu ada perbedaan pendapat.
Seluruh isi Pesantren dan seluruhnya penulis kupas disini, bahkan hal terkecil yang kiranya banyak kalangan belum mengetahuinya penulis sampaikan. Buku ini sangat penting. Sangat lengkap didalamnya. Untuk pengembangan keilmuan, untuk penelitian buku ini juga sangat tepat sebagai rujukan utama.
Buku ini fleksibel. Bisa digunakan untuk kalangan mahasiswa, siswa, guru/pendidik, bahkan sampai orang awam pun buku tersebut cocok dikarenakan didalamnya penulis menggunakan bahasa yang lugas dan mudah difahami.
Buku masa depan Pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global yang ditulis HM Amin Haidari Dkk sangat dominan dari buku-buku lain tentang kePesantrenan. Banyak buku-buku tentang Pesantren. Misalnya mutiara Pesantren perjalanan khidmah KH. Bisri Mustofa, tawashow di Pesantren, pembaharuan Pesantren, Pesantren dari transformasi metodologi menuju demokrasi institusi. Akan tetapi kiranya buku-buku tersebut untuk kelengkapannya masih dibawah buku ini. Satu kelemahan dalam buku ini. Penulis menggambarkan secara terang-terangan problematika dalam Pesantren yang sekarang ini. Dengan diketahuinya dengan mudah kelemahan islam, maka islam juga sangat mudah pula di hancurkan kaum Non islam. karena saat sekarang ini juga banyak kalangan Non Muslim yang ingin enghancurkan islam.
Kesimpulan
Demikianlah amin haidari menceritakan pesantren secara panjang lebar. Beberapa kesimpulan diantaranya keadaan pesantren, pesantren yang pada masa awalnya tertutup, kurang bias diterima, menuju pesantren yang mengikuti kebutuhan umat manusia yang tentunya tidak meninggalkan budaya asli dari pesantren tersebut. Demikian resensi yang kami sajikan. Tentunya banyak yang belum dapat kami sampaikan sebagaimana penulis katakana dalam buku ini. Bahkan juga banyak hal-hal sangat penting untuk ditulis tidak kami tulis dikarenakan keterbatasan kami.

1 komentar:

  1. assalamualaikum wr.wb
    mas kalau mau pesan buku karangan bapak Amin Haedari dimana ya ?

    BalasHapus