RESENSI
BUKU
Penulis : HM Amin Haidari
DKK
Penerbit : IRD PRESS
Kota :
Jakarta
Tahun : 2006
Tebal : 281 Halaman
Pembahasan
Penulis pada bab awal menjelaskan
tentang minimnya data tentang Pesantren, baik berupa manuskrip atau peninggalan
sejarah lain yang menjelaskan tentang awal sejarah Pesantren, menjadikan
keterangan-keterangan yang berkenaan dengannya bersifat prejudice dan sangat beragam. Kemudian Pesantren pada era pra
kemerdekaan dijelaskan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
merupakan orang pertama yang membangun Pesantren sebagai tempat mendidik dan
menggembleng para santri. Tujuannya, agar para santri menjadi juru dakwah yang
mahir sebelum mereka diterjunkan langsung di Masyarakat luas. Pesantren adalah
artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikankeagamaan bercorak tradisional, unik dan indignoeus.
Pesantren juga mempunyai
kesinambungan dengan lembaga keagamaan pra-Islam disebabkan adanya beberapa
kesamaan antara keduanya. Melihat dari pola umum pendidikan Islam tradisional,
maka tergambar yang dituju adalah Pesantren. Pesantren merupakan satu-satunya
lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang mewarisi tradisi intelektual Islam. Pesantren
juga merupakan bagian dari struktur internal pendidikan Islam di Indonesia yang
diselenggarakan secara tradisional yang telah menjadikan Islam sebagai cara
hidup.
Pesantren berkiprah membangun
bangsa. Setelah mengalami masa-masa sulit akibat bangsa penjajah, Pesantren
selanjutnya memasuki era pascakemerdekaan dan kiprah Pesantren di zaman
pembangunan. Terdapat bukti-bukti sejarah bahwa tidak sedikit putra terbaik
bangsa ditempa di Pesantren. Mereka tidak hanya terlibat dalam perjuangan fisik
melawan bangsa penjajah, tetapi turut juga ambil bagian dalam mendirikan
bangsa, aktif dalam mempertahankan dan mengisi era kemerdekaan bersama-sama
dengan komponen bangsa lainnya.
Amin haidari mengatakan bahwa ketika
menengok sistem pedidikan Islam. maka Pesantren merupakan bagian daru struktur
internal pendidikan Islam di Indonesia yang diselenggarakan secara tradisional
yang telah menjadikan Indonesia sebagai cara hidup. Sebagai bagian struktur
internal Pesantren mempunyai kekhasan, terutama dalam fungsinya sebagai
institusi pendidikan, disamping sebagai lembaga dakwah, bimbingan
kemasyarakatan dan bahkan perjuangan. Yang didalamnya dikenal beberapa metodologi
pengajaran, diantaranya halaqah, bahstul masa’il, hafalan
(tahfidz), syawir atau musyawarah, muhawarah atau muhadatsah, fathul kutub dan muqoronah.
Juga didalam Pesantren terdapat
elemen-elemen penting didalamnya. Hal ini bisa dikatakan Pesantren jika terdapat
elemen-elemen ini. Diantaranya dengan adanya kyai, santri, pondok, masjid dan
kitab kuning. Elemen-elemen inilah yang mencirikan khas sebagai Pesantren.
Kyai, merupakan pengasuh pondok Pesantren.
Selain itu, kiprah seorang kyai meruakan sangat esensial bagi suatu Pesantren.
Rata-rata di jawa sosok karismatik kyai sangat berpengaruh terhadap Pesantrennya.
Maka santri akan sedikit jika sang kyai juga kurang karismatiknya dan
sebaliknya.
Walau dalam perkembangannya, gelar
kyai tidak lagi menjadi monopoli bagi para pemimpin atau pengasuh pondok Pesantren.
Gelar kyai dewasa ini juga dianugerahkan sebagai bentuk penghormatan kepada
seorang Ulama’ yang mumpuni dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan. Walaupun yang
bersangkutan tidak memiliki Pesantren.
Pondok, merupakana ciri khas tradisi
Pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan lainnya yang berkembang
di kebanyakan wilayah Islam Negara-negara lain. Masjid, masjid ini menjadi
prioritas utama dalam mengembangkan keilmuan di Pesantren. Masjid dianggap sebagai
simnol yang tak terpisahkan dari Pesantren. Masjid tidak digunakan sebagai
ritual ibadah saja. Namun juga sebagai tempat-tempat pengajaran kitab-kitab
klasik dan aktifitas Pesantren lainnya.
Santri juga merupakan tolak ukur
utama dalam Pesantren. Dikarenakan bisa dikatakan Pesantren karena adanya
interaksi antara kyai dan santri dalam suatu tempat, suatu tempat tersebut yang
dinamakan pondok. Amin mengatakan seorang Ulama’ bisa disebut sebagai kyai
kalau memiliki Pesantren dan santri yang tinggal dalam Pesantren tersebut untuk
mempelajari ilmu-ilmu agama Islam melalui kitab kuning.
Kitab kuning, hal ini tidak bisa
terlepaskan dari Pesantren. Berdasarkan catatan sejarah, Pesantren telah
mengajarkan kitab-kitab klasik, khususnya karangan-karangan Madzab Syafi’iah.
Selanjutnya juga metode
pembelajaran di Pesantren. Metode pembelajaran di Pesantren merupakan hal yang
setiap kali mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan metode yang
lebih efektif dan efisien untuk mengajarkan masing-masing cabang ilmu
pengetahuan. Meskipun demikian, dalam rentang waktu yang panjang Pesantren
mempergunakan metode pengajaran yang telah lazim atau dengan sorogan dan
bandongan (wekton).
Pada bab selanjutnya amin haidari
menjelaskan tentang Pesantren dan tantangan modernitas. Melihat perkembangan
dunia yang begitu cepat ini bagi banyak kalangan telah memunculkan respond an
spekulasi yang beragam. Tidak terkecuali umat Islam. perubahan-perubahan yang
terus muncul belakangan ini didalamnya menyentuh hamper seluruh aspek keidupan
manusia, seperti aspek ekonomi hingga aspek nilai-nilai dan moral. Modernitas
yang dipengaruhi abad industri, Pesantren ikut bertanggung jawab terhadap
terjadinya benturan-benturan peradaban atau implikasi negative dari
perkembangan dunia.
Dalam mengomentari tradisi dan
modernitas, dunia Islam memiliki respon yang beragam. Terlebih dalam berbagai tipologinya
para pemikir Islam memiliki kekayaan pendekatan maupun metodologi yang
digunakan. Dalam hal ini sedikitnya ada tiga tipologi para pemikir Islam
kontemporer dalam merespon tradisi dan modernitas klasifikasi.
Pesantren menempatkan ilmun bukan
sebagai idiologi tertutup. Ilmu-ilmu Pesantren dengan meminjam kategorisasinya
bersifat terbuka dalam memperlakukan fakta berangkat dari fakta social. Dua kategorisasi
inilah yang membedakan dengan karakteristik idiologi.
Pada bab ketiga, amin haidari
menggambarkan Pesantren yang berpijak kepada tradisi. Sebagai lembaga
pendidikan berbasis agama, Pesantren pada mulanya merupakan pusat
penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. dengan menyediakan
kurikulum berbasis agama, Pesantren diharapkan mampu melahirkan alumni yang
kelak diharapkan menjadi figur agamawan yang demikian tangguh dan mampu
memainkan dan membisakan peran propetiknya pada masyarakat secara umum. Artinya
akselerasi mobilitas vertical dengan penjejalan materi-materi keagamaan menjadi
prioritas dalam pendidikan Pesantren.
Pesantren juga memperkuat basis
intelektualnya seiring dengan perubahan zaman. Diantaranya perubahan citra Pesantren
yang kumuh dan uncivilized tidak
ditopang dengan perubahan citra kualitas santri dididik di Pesantren. Juga
upaya perubahan kemampuan dan skill kualitas santri menjadi prioritas,
diantaranya dengan pemantapan kemampuan bahasa, tidak saja bahasa arab yang menjadi
prasyarat mutlak, melainkan juga bahasa Indonesia, dan tentu saja bahasa
inggris. Bahasa Indonesia menjadi penting karena dengan bahasa Indonesia para
santri bisa mengkomunikasikan gagasannya di tingkat local, regional, dan
nasional. Sedangkan bahasa inggris penting digeluti agar para santri bisa
mengkomunikasikan gagasannya melintasi batas-batas budayanya. Disamping menimba
ilmu dari wilayah yang memiliki karakter budaya yang berbeda. Dengan modal
bahasa inilah Pesantren masa depan bisa kian melebarkan kerjasamanya. Tidak
saja pada tingkat regional, nasional akan tetapi juga pada tingkat
internasional.
Selain itu, juga dengan diskusi
dan bahstul masa’il. Tradisi ini merupakan tradisi intelektual Pesantren yang
usianya setua pendidikan itu sendiri. Bahkan bisa dikatakan bahwa aktifitas
diskusi atau juga udar masalah merupakan bagian integral dalam pengembangan
intelektual di lingkungan Pesantren sejak awal. Intilah bahtsul masa’il hamper
tidak ditemukan, walaupun pola semacam ini bisaa dilakukan dalam Pesantren.
Sejumlah istilah yang kerap disebutkan dalam literature Pesantren adalah “curah
pendapat” (al-mudzakarah wa al-munadzarah).
Kontekstualisasi kitab kuning, kitab kuning
adalah identitas inheren dengan Pesantren. Bahkan kehadiran Pesantren malah hendak
mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab kuning
tersebut. Dalam tradisi Pesantren, kitab kuning dianggap sebagai kitab
standar dan referensi baku dalam
disiplin keilmua Islam, baik dalam bidang syari’ah, akidah, tasawuf, sejarah
dan akhlak.
Seiring dengan perkembangan zaman,
kebutuhan yang berbeda pula. Pesantren tidak ketinggalan dalam hal ini.
Pengembangan pengajaran adalah satu bukti bahwa Pesantren mampu mengembangkan
diri. Pesantren dengan identik tempat pembelajaran klasik dan tradisional.
Sedikit demi sedikit banyak Pesantren yang mampu menghadirkan akademisi di
dalamnya dengan membuka perguruan tinggi. Kitab kuning yang sedemikian melimpah
dan diintroduksi oleh Pesantren ternyata belum
bisa melahirkan produsen-produsen ilmu yang belum mampu meramu
kekayaannya menjadi karya-karya produktif lainnya.
Dalam perjalanannya, seiring
dengan diperkenalkannya sistem klasikal, Pesantren mulai menerapkan sistem
pendidikan berjenjang dengan sistem evaluasi berjenjang pula. Pesantrenpun
mendirikan madrasah-madrasah yang tidak lagi memfokuskan pada pengetahuan
agama, tetapi juga pengetahuan umum.
Kehadiran sistem klasikal
meraibkan tradisi kembara yang begitu signifikan dalam pemantapan keilmuan para
santri. Dalam tradisi kembara atau lama, para santri mendalami sebuah disiplin
ilmu keilmuan langsung kepada kyai disebuah Pesantren yang dikenal ahli
dibidangnya. Namun dengan hadirnya sistem madrasah, para santri dituntut untuk all out belajar di Pesantren tertentu ingga
jenjang itu usai dilalui.
Beragam metode pengajaran ini akan
efektif apabila dipraktikkan secara integrad dengan mengesampingkan sisi-sisi
kekurangannya. Artinya, model sorogan, wetonan, hafalan dan diskusi hendaknya
dipadukan dalam sistem pengajaran kitab kuning di Pesantren. Dengan maksud,
adakalanya materi-materi harus dengan metode ini, ada juga dengan metode lain
atau dengan memadukan agar mencapai hasil yang maksimal.
Selama ini Pesantren sering kali
diidentikkan dengan tempat pembelajaran klasik dan tradisional. Anggapan ini
banyak didasarkanpada pola pengajaran, model pengelolaan dan peralatan yang
digunakan yang masih sangat sederhana. Pesantren tidak mengenal birokratik
sebagaimana institusi lain yang menerapkan berbagai macam aturan birokrasi.
Pada perkembangan selanjutnya, sebagai institusi pendidikan Pesantren
mendapatkan saingan dari institusi pendidikan lain seperti sekolah-sekolah atau
madrasah-madrasah (modern). Tanpa disadari, telah memaksa Pesantren melakukan
perombakan model pengajaran sebagaimana dilaksanakan selama ini. Pesantren
kemudian juga mengembangkan model pengajaran klasikal yang kerap disebut
diniyyah awwaliyah.
Fenomena penting dalam sejarah perjalanan
Pesantren adalah proses terbukanya Pesantren untuk terlibat dengan kelompok
lain. Dalam perjalanan sejarahnya Pesantren dituntut untuk terus berbenah dan
membuka diri dalam mengawali perubahan. Bahkan hingga akhirnya Pesantren mampu
mendirikan lembaga-lembaga formal sampai perguruan tinggi.
Selain itu, keterbukaan Pesantren
untuk menerima kebijaksanaan pemerintah melalui Departemen Agama. Merupakan
kemajuan dan sekaligus merupakan wujud keterbukaan Pesantren akan desakan
realitas di luarnya. Melalui Departemen Agama, upaya sinegitas keilmuan agama
maupun umum di lembaga-lembaga pendidikan termasuk Pesantren dilakukan. Di
lembaga umum pendidikan agama dilakukan, maka di lembaga-lembaga agama semisal Pesantren
pendidikan umumpun juga dilakukan.
Pada bab empat, ahmad haidari
menjelaskan tentang Pesantren dan pemberdayaan masyarakat. Bahwa Pesantren
adalah satu-satunya lembaga pendidikan yang mandiri. Lembaga yang mampu
berperan penting dalam peningkatan pendidikan di Indonesia. Bahkan Pesantren
terus berbenah diri dengan segala kebutuhan mengikuti tantangan modernitas.
Dari latar belakang historis dan
nilai-nilai yang berkembang di Pesantren sebagaimana tela disebutkan diatas
kemudian memunculkan watak kemandirian Pesantren baik dalam fungsi utamanya
sebagai lembaga pendidikan Islam, maupun dalam fungsi sosialnya sebagai sebuah
subkultur. Globalisasi meniscayakan terjadinya perubahan disegala aspek
keidupan, termasuk perubahan orientasi, persepsi dan tingkat selektifitas
masyarakat Indonesia teradap pendidikan.
Pesantren sebagai sebuah lembaga
pendidikan Islam tradisional yang telah berurat akar di negeri ini. Pesantren
telah diakui memiliki pengaruh tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Kyai
dalam hal ini tidak hanya berfungsi sebagai pengasuh Pesantren, tetapi juga ia
adalah tokoh masyarakat yang disegani, sehingga Pesantren juga berfungsi sebagai
culture broker.
Selain sebagai agen pemberdayaan
masyarakat bermoral dan beretika, Pesantren juga diharapkan mampu meningkatkan
peran perkembangannya sebagai kawah
candradimuka generasi muda Islam dalam menimba ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai bekal dalam menghadapi era globalisasi. Pesantren memiliki
akar sosio-historis yang cukup kuat sehingga membuatnya mampu menduduki posisi
yang relative sentral dalam dunia keilmuan masyarakatnya dan sekaligus bertahan
ditengah berbagai gelombang perubahan.
Pada pembahasan terakhir amin
haidari menjelaskan membumikan Islam melalui Pesantren. Pergumulan Islam dengan
nilai-nilai di luar dirinya telah muncul sejak kelahirannya. Terlebih lagi ketika
Islam disebarluaskan oleh nabi Muhammad SAW beserta sahabat-sahabatnya ke
wilayah sekitar Jazirah Arab. Pada perkembangannya Islam terus bersentuhan
dengan budaya dan adat masyarakat local. Berbagai ragam kepercayaan masyarakat
di wilayah Nusantara. Semua ini merupakan tantangan tersendiri bagi Islam.
sebagai ajaran keagamaan dan nilai-nilai
kehidupan. Islam dituntut untuk bersikap dalam menghadapi beragam nilai budaya
dan kepercayaan masyarakat local yang telah mengakar dan diyakini selama
berabad-abad.
Wajah Islam Indonesia, pribumisasi
Islam teradopsi dari semangat dakwah Islam di Nusantara yang dikembangkan oleh
Walisongo sekitar abad ke-15 dan ke-16, khususnya pulau jawa. Salah satu factor
penyebab Islam mudah diterima di Indonesia adalah tidak adanya nala arabisasi
yang melekat dalam penyebaran Islam di Nusantara. Yang ada adalah nalar
sufistik Walisongo yang sangat toleran terhadap tradisi local dan bahkan
berusaha memasukkan nilai-nilainya dalam Islam yang khas keindonesiaan, bukan
kearan-araban.
Islam merupakan agama yang kaffah,
selain sebagai jalan hidup Islam juga berperan prularisme. Masyarakat Indonesia
adalah masyarakat heterogen, baik dari segi budaya maupun agama. Sekalipun Islam
merupakan agama mayoritas yang dianut umatnya, namun ia mengenal perbedaan
identitas pemahaman dan pelaksanaan yang berbeda antara satu daerah dengan
daerah lainnya. Kenyataan bahwa perkembangan sejarah dan kebudayaan Indonesia
tidak bisa dilepaskan dari sentuhan dan pengaruh agama-agama yang ada dan
berkembang di Indonesia.
Peran selanjutnya adalah
demokrasi. Kebutuhan akan tumbuhnya demokrasi di Indonesia sudah tidak dapat
dihindari lagi. Walaupun kalau melihat factor historis bahasa demokrasi yang
dari luar Islam akan sering diperdebatkan, tapi secara pragmatis konsep ini
ternyata tetap relevan untuk diperjuangkan.
HAM. Umat beragama, khususnya
agama Islam, seringkali mendapat tudingan tidak menghormati hak asasi manusia.
Hal ini juga tidak dapat dibantah, karena pada sebagian muslim memang tak
sedikit memiliki pemahaman yang bisa akan HAM. Bagi sebagian muslim beranggapan
bahwa konsep HAM yang ada ditengarai tidak sesuai dengan Islam. selain itu
factor kecurigaan karena bukan berasal dari literature Islam tentu sangat
berperan sekali.
Kesetaraan jender. Masalah posisi
wanita ini juga diperdebatkan secara mendasar. Harus diakui sampai saat ini
tidak ada kesepakatan Ulama’ tentang hak dan kewajiban wanita. Banyak pendapat
yang mendukung kesetaraan jender ini, bahkan banyak pula yang tidak
menyepakatinya.
Analisis
kritis buku masa depan Pesantren dalam tantangan modernitas dan tantangan
komplesitas global
Buku masa depan Pesantren dalam
tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global yang ditulis HM Amin
Haidari Dkk merupakan salah satu buku penting dalam sumbangannya member warna
dalam dunia Pesantren. Pertama penulis menggamnbarkan keadaan Pesantren dari
zaman ke zaman sampai zaman penuh tantangan hingga Pesantren merubah diri agar
tetap menjadi acuan dalam masyarakat.
Dalam sejarahnya, Pesantren telah
mengarungi banyak tantangan, mulai dari penjajah hingga gerusan perubahan zaman
sekarang ini. Banyak hambatan yang di alami Pesantren. Baik dari intern Pesantren
itu sendiri sampai kepada masyarakat yang berbeda dalam budaya, adat dan lain
sebagainya.
Amin haidari juga menjelaskan Eksistensi
Pesantren terus berlanjut dari masa ke masa. Pada era penjajahan, banyak kyai
yang memimpin perjuangan nasional. Di era kemerdekaan, Pesantren melahirkan
tokoh-tokoh terdepan pejuang kemerdekaan. Di era mutakhir, Pesantren tidak
pernah absen dalam kehidupan bangsa dan bernegara.
Dalam kondisi demikian, Pesantren
tetap mampu memecahkan beberapa tantangan zaman, yang mengarah pada kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta mempertahankan khazanah luhur Pesantren, khususnya berupa tradisi keilmuan dan
budaya yang dikembangkan Pesantren.
Kemudian untuk memicu perkembangan
Pesantren. Pesantren tetap tidak melepaskan elemen-elemen penting didalamnya. Pesantren
tetap menjunjung kyai, santri, pondok, kitab kuning, masjid metode
pengajarannya. Jadi, logo Pesantren tetap ada dengan penambahan-penambahan
segala sesuatu yang kiranya dibutuhkan pada zaman sekarang dengan adanya
pendidikan formal. Bahkan tidak sedikit Pesantren yang sudah berbenah diri
dengan menyiapkan perkuliahan didalamnya.
Namun, walau begitu eksis. Pesantren
tetap setiap saat diterpa hambatan. Di era sekarang Pesantren dihadapkan
budaya-budaya yang bersifat berbeda. Diantaranya adanya HAM, pluralism,
kesetaraan jender dan demokrasi. Hal ini yang sampai saat ini belum mampu
menjawabnya dikarenakan selalu ada perbedaan pendapat.
Seluruh isi Pesantren dan
seluruhnya penulis kupas disini, bahkan hal terkecil yang kiranya banyak
kalangan belum mengetahuinya penulis sampaikan. Buku ini sangat penting. Sangat
lengkap didalamnya. Untuk pengembangan keilmuan, untuk penelitian buku ini juga
sangat tepat sebagai rujukan utama.
Buku ini fleksibel. Bisa digunakan
untuk kalangan mahasiswa, siswa, guru/pendidik, bahkan sampai orang awam pun
buku tersebut cocok dikarenakan didalamnya penulis menggunakan bahasa yang
lugas dan mudah difahami.
Buku masa depan Pesantren dalam
tantangan modernitas dan tantangan komplesitas global yang ditulis HM Amin
Haidari Dkk sangat dominan dari buku-buku lain tentang kePesantrenan. Banyak
buku-buku tentang Pesantren. Misalnya mutiara Pesantren perjalanan khidmah KH.
Bisri Mustofa, tawashow di Pesantren, pembaharuan Pesantren, Pesantren dari
transformasi metodologi menuju demokrasi institusi. Akan tetapi kiranya
buku-buku tersebut untuk kelengkapannya masih dibawah buku ini. Satu kelemahan
dalam buku ini. Penulis menggambarkan secara terang-terangan problematika dalam
Pesantren yang sekarang ini. Dengan diketahuinya dengan mudah kelemahan islam,
maka islam juga sangat mudah pula di hancurkan kaum Non islam. karena saat
sekarang ini juga banyak kalangan Non Muslim yang ingin enghancurkan islam.
Kesimpulan
Demikianlah amin haidari
menceritakan pesantren secara panjang lebar. Beberapa kesimpulan diantaranya
keadaan pesantren, pesantren yang pada masa awalnya tertutup, kurang bias
diterima, menuju pesantren yang mengikuti kebutuhan umat manusia yang tentunya
tidak meninggalkan budaya asli dari pesantren tersebut. Demikian resensi yang
kami sajikan. Tentunya banyak yang belum dapat kami sampaikan sebagaimana
penulis katakana dalam buku ini. Bahkan juga banyak hal-hal sangat penting
untuk ditulis tidak kami tulis dikarenakan keterbatasan kami.
assalamualaikum wr.wb
BalasHapusmas kalau mau pesan buku karangan bapak Amin Haedari dimana ya ?