Minggu, 01 April 2012

PEMIKIRAN MISTISISME DALAM ISLAM



A. PENDAHULUAN
Mistik menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti subsistem yang ada dalam semua agama dan system religi untuk memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dalam Tuhan.Mistik juga berarti tasawuf dan suluk. Sedangkan mistis berarti mistik. Tasawuf sendiri berarti ajaran (cara dan sebagainya) untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah.


Mistik berasal dari bahasa Yunani myein, menutup mata, mistik disebut sebagai arus besar kerohanian yang mengalir dalam semua agama. Dalam artinya yang paling luas, mistik dapat didefinisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal-yang mungkin disebut kearifan, cahaya, cinta atau nihil.
Dalam makalah ini penulis akan membatasi pembahasan mistisisme dalam Islam atau Tasawuf sebagai berikut:
1. Konteks Lahirnya pemikiran tasawuf (Mistisisme)
2. Perkembangan Tasawuf (Mistisisme)
3. Pengertian dan isi pokok ajaran tasawuf
4. Asal-usul motivasi lahirnya tasawuf
B. PEMBAHASAN
1. Konteks Lahirnya pemikiran tasawuf (Mistisisme)
Tasawuf atau mengenakan pakaian wol. Adalah nama gerakan yang mendominasi pikiran dan hati kaum muslim selama seribu tahun, dan masih kuat tertanam dalam banyak kalangan di dunia muslim. Tasawuf memelihara jiwa mereka, menyucikan hati mereka, dan memenuhi kerinduhan mereka akan kesalehan, kebajikan, kebenaran, dan kedekatan dengan tuhan. Tasawuf tumbuh, berkembang dan dengan cepat bergerak kesetiap penjuru dunuia muslim. Tasawuflah yang membuat berjuta-juta orang masuk islam. Selain melahirkan sejumlah Negara militan dan gerakan sosiopolitis, tasawuf menjadi penyebab kemunduran kekuatan muslim. Tasawuf menjadi penyebab penukaran pengetahuan rasional kaum muslim dengan pengetahuan takhayul. Ia menjadi penyebab bagi kaum muslim untuk mengabaikan dunia dan memperhatikan akherat. Tasawuf merupakan gerakan yang walaupun besar kebaikannya juga besar keburukannya dalam sejarah peradaban Islam.
Tiga aliran pemikiran bebas mengisi ajaran tasawuf dan menentukan isi serta karakternya. Pertama,Islam membawa asketisisme gurun, suatu keengganan terhadap kehidupan urban dan menetap yang mewah, al-qur’an dan bacaannya, puisi  arab dan doa kesalehan untuk memuji Tuhan, dan cinta kepada Tuhan serta kehadiran Ilahiah-Nya yang ditekankan Islam menciptakan tradisi kewalian sebagai pengabdian mutlak kepada-Nya dan Nabi-Nya. Kesalehan asketis ini menentang keterlibatan penuh dalam urusan duniawi. Kesalehan ini mendapat teladan dalam kehidupan para sahabat Nabi, Abu Dzarr Al-Ghifari ( 31/652), pemerintah khalifah Umawi, ‘Umar bin ‘abdul ‘aziz, dan perilaku alimAl-Hasan Al-Bashr (109/728). Kesalehan tasawuf tampaknya menguasai kehidupan Abu Hasyim Al-Kufi (158/776) sepenuhnya. Ia menghabiskan sebagian besar waktunyabersembahyang dan berdo’a di Masjid Kufah. Visi tasawuf mengilhami puisi Rabi’ah Al-‘Adawiyyah (184/801). Rabi’ah mengajarkan cinta kepada Tuhan yang suci dan murni karena cemas akan hukuman atau rindu akan pahala.
Kedua, gnostisisme Aleksandrian dan Hellenisme Pythagorean, yang mempengaruhi Yudaisme dan Kristianitas, menguasai Timur Dekat selama seribu tahun sebelum datangnya Islam. Ketika rakyat Timur Dekat dan Afrika Utara masuk Islam, Adalah wajar bila kiasan dan gagasan gnostik terbawa dalam muatan spiritual mereka. Dialektika ruh dan materi cahaya dan gelap, langit tinggi dan bumi yang rendah merasuk ke mana-mana. Dua pemikir Mesir yang terpengaruh gnostisisme Hellenis mengarahkanarus ini untuk memadukan muatannya dengan muatan cinta asketis kepada Tuhan dalam aliran pribumi Arabia: Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi (222/838) dan Dzun Nun Al-Mishri (246/861). Yang pertama mengajarkan doktrin kebenaran melalui pencerahan (isyraq), dan yang kedua mengajarkan kerinduan dan kemungkinan penyatuan kembali dengan Tuhan dalam ruh. Ini menyusul kenaikan melalui kebajikan dan perenungan.
Ketiga, sebagai agama dominan dari sebagian besar provinsi di Asia yang dikuasai Islam, Buddhisme segera menjalankan pengaruhnya. Pengutukan Buddhisme terhadap dunia ini, dukungannya yang total terhadap kehidupan biarawan dan pertapaan, menemukan sarana pengungkapannya pada diri Ibrahim bin Al-Adham (159/777). Seperti dikatakan pengikutnya kemudian, kehidupan Ibrahim tak berbeda dengan kehidupan Buddha. Ibrahim berasal dari keluarga bangsawan, seorang pangeran yang berkuasa di Balkh. Ia tiba-tiba memutuskan meninggalkan kedudukan dan hartanya, keluarganya dan orang-orang  yang dicintainya, untuk menjalani kehidupan asketis menyendiri di masjid, senantiasa berdzikir dan berdo’a, mengabaikan makanan dan segala isi dunia. Abu Yazid Al-Bisthami (260/875) mengemukakan gagasan Hindu-Buddha Nirwana sebagai tujuan (baqo’) kehidupan yang menyangkal-diri dan merendahkan diri (fana’). Gagasan Hellenis dan Buddha beredar di dunia Muslim sebagai makna asing, sampai Junayd Al-Baghdadi (296/910) memadukannya dengan aliran cinta Tuhan asketis Arab. Ia memberinya istilah-istilah Islam atau Qurani. Untuk selanjutnya, tuga aliran ini bersatu dan mengalir bagai sungai besar.
2. Perkembangan Tasawuf (Mistisisme)
Kaum sufi, atau penganut tasawuf, melengkapi diri mereka dengan suatu aturan. Mereka melembagakan suatu ideologi , organisasi, program, dan ritus inisiasi serta pemujaan untuk aturan itu. Pada masa Al-Kufi dan Ibn Al-Adham, masjid merupakan tempat dimana praktik sufi berlangsung. Segera kaum sufi mengembangkan praktik ini diluar waktu-waktu shalat sehingga tidak mengganggu shalat kaum non-sufi. Mereka memilih tempat terpisah yang jauh dari gangguan. Dengan demikian zawiyah, takiyyah, atau ribath lahir sebagai lembaga yang terpisah dari masjid. Di sini, kaum sufi melewatkan hari-hari mereka dan sebagian besar malam mereka dengan shalat, berdo’a, berdzikir kepada Allah. Mereka makan sedikit , hanya memakai selembar pakaian wol, dan menjadikan lantai sebagai alas tidur merek, yang jauh dari kenikmatan dan kenyamanan rumah. Bersama mereka membentuk tarekat, suatu komunitas otonom, yang terpisah dari umat. Meskipun tarekat terbuka bagi siapa saja, tetapi ada syarar-syarat tertentu untuk menjadi anggota. Syarat tersebut antara lain: (1) keputusan untuk bergabung harus benar-benar disadari secara pribadi; semua harta-harta harus ditinggalkan; untuk tarekat, atau untuk keluarga atau orang miskin, sehingga anggota ini akan bebas dari keterikatan dengan benda-benda duniawi; (3) kepatuhan total merupakan keharusan, terutama kepada sesepuh atau syaikh, guru tarekat, organisasi atau persaudaraan, dan kepada  orang yang diutus olehnya. (4) Setiap anggota baru harus melewati masa percobaan. Setelah masa ini, calon anggota ditahbiskan menjadi anggota dan diberikan pakaian wol biru.
sementara semua sufi mempraktikkan ritual sufisme, masing-masing tarekat melembagakan pengaturan ritualnya sendiri. Yang pertama dan yang lazim adalah ritual zikir. Ritual ini terdiri dari doa dan wirid berulang yang terkadang cepat dan sederhana , dengan menyebut satu nama Allah. 
Tasawuf bertanggung jawab atas warisan besar literature dalam bahasa Arab dan bahasa Muslim lainnya. Kaum sufi melantunkan tema-tema puisi mereka dalam syair yang sangat indah. Mereka memuja tuhan dan memohon rahmat serta pertolongan-nya dengan sajak yang menyentuh hati. Di antara para penyair, yang paling dihormati adalah Ibn Al- Faridh (632/1235), Sa’di, Hafizh, dan Jalaluddin Ar-Rumi, Yang Matsnawi-nya merupakan ensklopedi pengetahuan keagamaan dan etika.
Sejak tasawuf berkembang dalam umat, dan diterima oleh pemikir dari setiap bidang pengetahuan, maka warisan pemikiran dan litelaturnya semakin bertambah banyak.
Pembaharuan tasawuf Al-Ghazali yaitu upaya menahan gerakan yang sudah wataknya melebih-lebihkan itu tak berhasil, walaupun pengaruhnya yang luar biasa. Gerakan mistisisme menjadi sulit dikendalikan dan tidak dominan lagi. Umat mengalami kemunduran, yang selama dua abad terakhir ini mereka berupaya keras mengatasi kemunduran ini. Alih-alih tetap mendisiplinkan manusia untuk mematuhi Tuhan dan menjalankan syariat, memperdalam komitmenya terhadap Islam dan enyucikan serta mengangkat jiwanya pada jalan kebenaran, tasawuf menjadi penyakit yang menyebabkan atau bahkan memperburuk gejala-gejala berikut:
a. Kasyf (pencerahan gnostik) mengantikan engetahuan. Di bawah tasawuf, dunia Muslim meninggalkan komitmennya untuk mencari pengetahuan ilmiah yang rasional, dengan upaya mendapatkan visi pengalaman mistis.
b. Karamah (Mukjizat kecil), yang diajarkan tasawuf hanya mungkin dalam keadaan penyatuan komuni dengan Tuhan.
c. Ta’abbud, kerelan ntk meninggalkan aktivitas social dan ekonomi untuk melakukan ibadah spiritualistic sepenuhnya, dan komitmen untuk mencurahkan segenap energy untuk berzikir menjadi tujuan utama.
d. Tawakal, kepasrahan total pada factor sprit untuk melahirkan hasil-hasil empiris.
e. Qismat, penyetujuan secara sembunyi-sembunyi dan pasif terhadap hasil tindakan dari kekuatan dialami yang berubah-ubah ynag mengantikan taklif.
f. Fana’ dan Adam, bukan relitas efemeralitas dan ketidak pentinggan dunia, mengantikan keseriusan muslim menyangkut eksistensi.
g. Taat, kepatuhan mutlak dan total kepada Syaikh dari salah satu tarekat sufi menggantikan tauhid, pengakuan bahwa tak ada tuhan kecuali Allah.

3. Pengertian dan isi pokok ajaran tasawuf
Tasawuf memang mempunyai banyak definisi untuk diungkapkan, namun, kata Annemarie Schimmel, definisi-defenisi itu hanya sekedar petunjuk saja bagi kita. Sebab tujuan tasawuf, adalah sesuatu yang tidak bisa dilukiskan, tidak bisa dipahami dan dijelaskan dengan ungkapan apapun, baik filsafat maupun penalaran.  dari definisi tentang tasawuf dapat diambil suatu pengertian yang diharapkan dapat mengambarkan definisi tasawuf yang universal dan reprentatif, yaitu tasawuf adalah kesadaran murni yang mengerahkan jiwa secara benar kepada amal dan kegiatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari keduniaan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat dengan-NYa.
Adapun isi pokok ajaran tasawuf adalah:
1) Tasawuf hakiki
Dalam pandangan kaum sufi manusia cenderung mengikuti hawa nafsunya. Ia dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi. Sebenarnya nafsu adalah potensi yang diciptakan tuhan dalam diri manusia, agar ia lebih maju, kreatif dan bersemangat. Tindakan manusia yang lebih dikenalikan oleh nafsu dalam mengejar kehidupan duniawi, merupakan tabir penghalang antara manusia dan tuhan. Tuntuk menyingkap tabir itu, ahli taawuf membuat suatu system yang tersusun atas dasar tiga tingkat yang dinamakan:
a) Takhalli, yang berarti membersihkan diri dari sifat tercela, maksiat lahir dan maksiat batin.
b) Tahalli, berarti menghiasi diri dengan sifat yang terpuji, dengan taat lahir dan taat batin.
c) Tajalli, yang berarti terungkapnya nur ghaib untuk hati.
2) Tasawuf amali
Tasawuf amali merupakan lanjutan dari tasawuf akhlak, karena sesorang tidak bisa dekat dengan tuhan dengan amalan yang ia kerjakan sebelum ia membersihkan jiwanya. Kaum sufi membagi ajaran agama kepada ilmu lahir dan ilmu batin. Kedua aspek yang terkandung dalam ilmu agama itu mereka bagi menjadi empat kelompok yaitu syariah, tariqah, haqiqqh dan ma’rifah.
3) Tasawuf falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Paham-paham tasawuf falsafi antara lain adalah: fana’, dan baqa’, ittihad, hulul, wahdah, al-wjud dan isyroq.

4. Asal-usul motivasi lahirnya tasawuf
Ada beberapa asumsi mengenai latar belakang lahirnya tasawuf dalam Islam. Maksud asumsi  disini adalah pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu bersumber dari ajaran di luar Islam, yang masuk ke dalam Islam dan menjadi ajaran Islam. Ajaran-ajaran itu antara lain:
a. Ajaran Kristen (nasrani)
Di dalam ajaran Kristen ada paham menjahui dunia atau hidup mengasingkan diri dalam bihara. Ajaran-ajaran tasawuf yang dikatakan berawal dari agama Kristen adalah:
ü Sikap fakir, nabi Isa adalah orang fakir dan kitab injil  disampaikan pada orang fakir.
ü Sikap tawakal, karena para pendeta telah mengamalkannya dalam sejarah hidup mereka.
ü Fungsi Syekh, mursyid atau guru. Syekh dalam ajaran tasawuf menyerupi fungsi pendeta dalam agama nasrani, hanya saja, pendeta mempunyai wewenang untuk menghapuskan dosa.
ü Selibasi, yaitu menaan diri untuk tidak kawin.
b. Teori filsafat
Barangkali tidak bisa ditolak adanya dampak pikiran yunani terhadap tasawuf. Lewat terjemahan atau kontak dengan pendeta-pendeta nasrani, para sufi kemudian mengenal filsafat yunani pada umumnya dan khususnya neo platonisme.
Tidak diragukan lagi, filsafat Plotinus yang memandang bahwa ma’rifah (gnosis) bisa dicapai lewat iluminasi (pancaran langsung) dalam kondisi hilang kesadaran terhadap diri sendiri dan terhadap alam indrawi, telah empunyai dampak terhadap tasawuf, terutama tasawuf falsafi. Begitu juga dengan teori emanisasinya tampak berdampak terhadap para sufi yang juga filosof pendukung-pendukung panteisme seperti Suharwardi al-Maqtul, Muhyyidin ibn Arabi, Ibn al-Farid, Abd al-Haqq ibn Sab’in, Abd al-karim al-Jili dan lain-lain.
c. Unsur India
Beberapa rentalis seperti M. Horten dan R. Hartamnn berpendapat bahwa tasawuf bersumber dari India. Mereka cenderung merujukan sebagaian ajaran tasawuf dan bentuk-bentuk tertentu dari latihan-latihan rohaniah kepada praktek-praktek yang serupa dalam mistisisme orang-orang India.
Sedang Hartmann mengemukakan beberapa pendapat:
ü Kebanyakan generasi sufi bukan berasal dari Arabia..
ü Kemunculan dan penyebaran tasawuf utuk ertama kalinya adalah di Khurasan.
ü Pada masa sebelum Islam, Turkistan merupakan pusat pertama sebagai agama dan kebudayaan Timur dan Barat. Ketika penduduk kawasan itu memeluk Islam, mereka mewarnainya dengan corak mistisisme lama.
ü Kaum muslimin sendiri mengakui adanya pengaruh India tersebut.
ü Asketisme Islam yang pertama adalah bercorak india, baik dalam kecenderungannya maupun metode-metodeya. Keluasan batin, pemakaian tasbih, misalnya merupakan gagasan dan praktek yang berasal dari India.
Ada beberapa kesamaan ajaran agama Budha dengan ajaran kaum sufi. Sebagaimana disebutkan dalam buku “The Teaching of Budha”, sang budha pernah berkata: “wahai murid-murid ku, ajaran-ajaran yang saya berikan kepada kalian janganlah sampai dilupakan dan diabaikan.
Selanjutnya, dikatakan bahwa paham nirwana dalam ajaran budha seupa dengan paham fana dalam ajaran tasawuf. Kesamaan antara paham nirwana dengan paham fana ini hanyalah bersifat semu.
d. Unsur Persia
Diantara para orentalis ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari Persia. Thoulk seorang orentalis abad ke -19 menganggap bahwa tasawuf ditimba dari sumber  majusi. Dengan alas an bahwa sejumlah besar orang-orang majusi di Iran utara, setelah penaklukan Islam, tetap memeluk agama mereka dan banyakknya tokoh sufi yang beasal dari sebelah utara kawasan Khurasan. Disamping kenyataan bahwa sebagian pendiri aliran-aliran tasawuf angkatan prtama berasal dari kelompok orang-orang Majusi.
Dari uraian diatas tamak adanya kecenderungan orentalis untuk mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar ajaran Islam. Tetapi dalam perkembangan terakhir sebagian orentalis telah meninjau kembali pendapat mereka. Mereka mengatakan bahwa tasawuf tidak bisa dipisahkan dari ajaran Islam sendiri. Dengan istilah lain, tasawuf sebenarnya bersumber dari ajaran agama Islam sendiri, terlepas dari ada dan tidak adanya pengaruh dari luar.
Selanjutnya untuk membuktikan bahwa tasawuf itu bersumber dari Islam sendiri, perlu dikemukakan keterangan-keteragan Al-qur’an dan as-sunnah serta amalan-amalan Rosulullah, sahabat dan Tabi’in yang dijadikan teladan utama oleh setiap sufi. Seperti telah dikemukakan di atas, tasawuf pada awal pembentukan disiplinnya adalah moral keagamaan. Dengan demikian jelas sumber pertamanya adalah al-qur’an, as-sunnnah, juga amalan serta ucapan sahabat. Amalan dan ucapan para sahabat itu tentu saja tidak keluar dari ruang lingkup Al-qur’an dan as-sunnah. Begitu juga amalan dan ucapan tabi’in. dengan demikian sumber utama tasawuf adalah al-qur’an dan as-sunnah itu sendiri.
Diantara ayat al-qur’an yang menjadi landasan tasawuf adalah:
Artinya: “Katakanlah: “Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun[318].
Artinya; “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya [1193] dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang kami berikan.
5. KESIMPULAN
1. Tasawuf tumbuh, berkembang dan dengan cepat bergerak kesetiap penjuru dunuia muslim. Tasawuflah yang membuat berjuta-juta orang masuk islam. Selain melahirkan sejumlah Negara militan dan gerakan sosiopolitis, tasawuf menjadi penyebab kemunduran kekuatan muslim. Tasawuf menjadi penyebab penukaran pengetahuan rasional kaum muslim dengan pengetahuan takhayul. Ia menjadi penyebab bagi kaum muslim untuk mengabaikan dunia dan memperhatikan akherat. Tasawuf merupakan gerakan yang walaupun besar kebaikannya juga besar keburukannya dalam sejarah peradaban Islam.
2. tasawuf berkembang dalam umat, dan diterima oleh pemikir dari setiap bidang pengetahuan, maka warisan pemikiran dan litelaturnya semakin bertambah banyak.
3. Tasawuf secara etimologi berasal dari saff, safa’, suffah al-masjid dan suf. Tasawuf mempunyai banyak definisi, satu definisi yang mungkin bisa mewakili adalah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa kepada amal yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari kehidupan duniawi untuk endekatkan diri kepada Allah.
4. Sejalan dengan ekspansi Islam yang semakin luas, umat Islam tidak bisa enghindari pengaruh budaya asing. Begitu juga ajaran tasawuf, dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh pemikiran dan budaya di luar Islam. Banyak paham dan ajaran tasawuf yang mirip dengan ajaran Kristen, India, Persia dan filsafat Yuanani. Namun demikian bukan berarti tasawuf bersumber dari ajaran di luar Islam. Cikal bakal tasawuf itu suda ada sejak zaman Nabi, sahabat dan tabi’in. juga banyak ayat al-qur’an dan al-hadist yang dijadikan landasan kaum sufi dalam kehidupan dan amalan-amalan mereka. Dengan demikian tasawuf itu bersumber dari al-qur’an, al-hadist, ucapan dan amalan Nabi, sahabat dan tabi’in.



Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, Hal. 660
Isma’il R. Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, Mizan, 2003, Bandung, Hal. 326-336.
Annemarie Schimmel, Dimensi Misti Dalam Islam, Pustaka Firdaus, Jakarta, Hal. 16
Asmaran As, MA, Drs. Pengantar Studi Tasawuf, PT Raja Grafindo, Jakarta, 1994, Hal. 105

Tidak ada komentar:

Posting Komentar